Ikan sidat merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya yang terus berkembang di masyarakat. Hingga saat ini pemenuhan benih sidat (glass eel) masih sepenuhnya mengandalkan hasil tangkapan dari alam; sehingga kuantitas, kualitas dan kontinuitasnya tidak selalu in-line dengan kebutuhan dan target produksi pada usaha pembesarannya.
Para pelaku pembudidaya mengalami salah satu kendala teknis, yaitu tingginya tingkat kematian, terutama pada stadia glass eel (75 – 85%).
BRSDM melalui @brpbatpp_bogor bersama @wwf_id telah memulai studi/kajian penyakit yang diduga sebagai penyebab utama kematian pada glass eel untuk mengetahui causative agents, sehingga pemilihan opsi/alternatif strategi pengendaliannya dapat dilakukan akan memberikan hasil akhir yang lebih baik.
Bakteri Patogen pada Ikan Sidat
BRSDM melalui Badan Riset Perikanan Budidaya Air Tawar dan Penyuluhan Perikanan (BRPBATPP) bersama WWF Indonesia telah memulai studi/kajian penyakit yang diduga sebagai penyebab utama kematian pada glass eel untuk mengetahui causative agents. Sehingga pemilihan opsi/alternatif strategi pengendaliannya dapat dilakukan akan memberikan hasil akhir yang lebih baik.
- Selama siklus hidupnya, ikan sidat berperan sebagai ikan air tawar, yakni mulai dari fase glass eel, elver hingga dewasa.
- Salah satu kendala teknis yang selma ini dihadapi adalah tingginya tingkat kematian, terutama pada stadia glass eel (75-85%). Hal ini secara langsung sangat berdampak terhadap eksploitasi glass eel dari alam untuk memenuhi kebutuhan segmen usaha selanjutnya.
- Penyebab utama tingginya kematian pada stadia glass eel yakni telah ditemukan patogen infeksius pada sidat. Namun, belum secara spesifik menjelaskan epizootiologi dari masing masing jenis patogen yang ditemukan.
- Penyebab utama kondisi tersebut antara lain akibat sindrom pasca transportasi (post transportation syndrome) dan/atau ko-infeksi beberapa agen penyakit infeksius pada awal pemeliharaan sidat.